Bahas Dampak Covid-19, Komisi XI Gelar Raker Virtual dengan KSSK
Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto. Foto : Jaka/Man
Komisi XI DPR RI menggelar Rapat Kerja (Raker) bersama dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan selaku koordinator, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto saat memimpin Raker mengatakan, Raker ini membahas perkembangan kondisi perekonomian nasional di tengah pandemi virus Corona (Covid-19) di Indonesia.
“Kami persilakan kepada saudara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, dan Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah. untuk menyampaikan penjelasannya," kata Dito saat memulai Raker yang berlangsung secara virtual, Senin (6/4/2020). Raker ini juga diikuti oleh Anggota Komisi XI DPR RI dari kediaman masing-masing.
Guna melakukan percepatan penanganan Covid-19 dan penyelamatan perekonomian dari ancaman krisis, Menkeu Sri Mulyani mengatakan bahwa pelebaran defisit dapat berada di atas 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), untuk itu fleksibilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) diperlukan. Defisit anggaran mengalami kenaikan dari sebelumnya Rp 307,2 triliun atau 1,76 persen terhadap PDB menjadi sebesar Rp 853 triliun atau setara 5,07 persen terhadap PDB.
Kenaikan defisit tersebut, disebabkan outlook pendapatan negara yang menurun cukup signifikan, yaitu dari sebelumnya ditargetkan sebesar Rp 2.233,2 triliun menjadi hanya Rp 1.760,9 triliun. Sementara, outlook belanja negara mengalami kenaikan dari sebelumnya diasumsikan sebesar Rp 2.540,4 triliun menjadi Rp 2.613,8 triliun.
Hingga saat ini, Pemerintah telah menggelontorkan berbagai stimulus ekonomi yang mencakup stimulus fiskal dan moneter yang mencapai Rp 436,1 triliun atau 25 persen terhadap PDB. Adapun kebijakan tersebut, diantaranya Kebijakan 1 Stimulus I disalurkan melalui belanja untuk memperkuat perekonomian domestik, yang salah satunya insentif bagi sektor pariwisata.
Kemudian, Kebijakan 2 Stimulus II berfokus menjaga daya beli masyarakat dan kemudahan ekspor impor, yang memuat sejumlah pebebasan PPh 21, PPh 22, PPh 25. Sementara, Stimulus III berupa pembiayaan untuk penanganan dampak Covid-19, di antaranya sektor kesehatan senilai Rp 75 triliun, Social Safety Net sebesar Rp 110 triliun, dukungan industri sejumlah Rp 70,1 triliun, dan dukungan untuk dunia usaha Rp 150 triliun.
Lebih lanjut, Sri Mulyani juga menyampaikan adanya stimulus bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk pengajuan maupun pembayaran kredit, melalui produk Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Ultra Mikro (UMi), maupun koperasi. Stimulus tersebut salah satunya penundaan pembayaran angsuran pokok bagi debitur eksisting selama 6 bulan.
Penundaan pembayaran angsuran pokok dan bunga tersebut terdiri dari Rp 64,686 triliun pokok dan Rp 3,879 triliun bunga untuk KUR, Rp 1,292 triliun pokok dan Rp 0,323 triliun bunga untuk UMi, dan Rp 3,900 triliun pokok dan Rp 0,976 triliun bunga untuk ultra mikro non PIP (Mekar, Koperasi, online).
“Untuk UMKM, akan kami berikan dukungan agar UMKM memiliki daya tahan sebab sektor ini memiliki kontribusi 60 persen dari GDP dan serapan tenaga kerjanya 97 persen. Sehingga UMKM menjadi perhatian kami dengan cara menerbitkan bond ini dan bisa dichannelkan kepada UMKM eksisting," tandas Sri Mulyani.
Pada kesimpulan Raker, Komisi XI DPR RI menyatakan mendukung upaya Menkeu membuat kebijakan keuangan negara dalam penanganan Covid-19 termasuk mitigasi dampak-dampaknya serta penyelamatan perekonomian nasional, yang nantinya akan dilaporkan dan dibahas secara regular bersama Komisi XI DPR RI.
Selain itu, Komisi XI DPR RI mengimbau Menkeu untuk menganut prinsip-prinsip tata kelola yang baik, transparansi dan akuntabel dalam menjalankan kewenangan tersebut. KSSK juga nantinya akan membuat peraturan pelaksanaan syarat dan ketentuan dalam melaksanakan kewenangannya untuk mencegah dan menangani krisis sistem keuangan dalam waktu 2 minggu. (alw/sf)